Entah sudah berapa banyak pulau yang bergenang dgn hujan air mata kita, puluhan, ribuan, atau bahkan, sudah tak terkira lagi tempat yang hampir karam kerananya. Tanpa di sedari, sesungguhnya kehidupan seringkali memaksa kita untuk menitiskan butiran-butiran jernih itu, tidak mengira apapun sebabnya, kita terlalu lemah untuk menahannya agar tidak mengalir untuk menenggelamkan gugusan-gugusan pulau yang telah dibangunkan dengan serpihan kekuatan serta semangat yang tersisa.
Butiran jernih itu terus mengalir tanpa mengetahui ke mana harus bermuara, kerana ia pun tak tahu mengapa harus keluar dari hulunya.
Kita mungkin pernah berada di puncak kesedihan atau kegembiraan, di mana saat itu kita tidak lagi mengerti apa yang harus dibuat, sehingga air mata yang menjadi jawapannnya, dia seolah-olah menjadi penyelesaian saat kita mengalami kebuntuan, tidak ada cara untuk menyelesaikan permasalahan. Sebuah penyelesaian yang harus dan dapat dipertanggungjawabkan tentunya.
Namun air mata juga dapat dijadikan sebagai benteng untuk berlindung dari sebuah kepalsuan, seorang kawan berkata, dengannya kita dapat menjadi orang lain, tanpa harus bimbang tentang keabadian.
Butiran jernih itu terus mengalir tanpa mengetahui ke mana harus bermuara, kerana ia pun tak tahu mengapa harus keluar dari hulunya.
Apa pun pendapatmu tentang butiran jernih itu, air mata sering kali dikaitkan dengan kelemahan, bagiku hanya orang orang kuat sajalah yang dapat menangis. mereka tahu betapa berharganya setitis air mata itu, sehingga tidak dengan mudah membanjiri serta mengalir sesuka hati, bahkan air itulah yang kelak dapat memadamkan bara api neraka.
" Dua pasang mata yang Allah haramkan api neraka menyentuhnya : Mata yang berjaga saat berjihad fie sabilillah
No comments:
Post a Comment